Selasa, 26 Maret 2013

Gadis Itu Bernama Ara [1]


Aku hanyalah seorang gadis biasa dengan kehidupan yang biasa-biasa saja. Tidak ada yang spesial dari diriku. Satu-satunya hal yang menurutku spesial dalam hidupku ialah orang tuaku dan sahabatku. Hanya itu.
Namaku Rezky Kamilah. Aku sangat membenci orang yang tidak konsisten terhadap kata-katanya sendiri. Misalnya saja, kata “I WILL LOVE YOU FOREVER” yang diucapkan seseorang kepada pasangannya. Nah, kalau misalnya mereka putus dan saling membenci jadinya bukan ‘Forever’ lagi, kan? Sama aja dengan “I WILL NEVER LEAVE YOU”
That’s why I prefer “Love me, as long as you can. And, stay with me as long as you can.”

Drrt~ Getaran ponselku membuatku tersadar dari lamunanku. Nama Yunita Syaharani terpampang di layar ponselku. Tidak biasanya Ara mengirimkan sms kepadaku, biasanya dia langsung menelepon karena pada dasarnya Ara itu malas mengetik sms.
“Chy, ke rumah gue dong. Sekarang please. Gue butuh lo pake banget” Aku bingung, kalau memang membutuhkanku kenapa tidak menelepon? Tanpa pikir panjang, aku pun langsung mengambil jaket dan memakai jilbab lalu bergegas pergi ke rumah Ara. Rumah Ara tak jauh dari rumahku, hanya terpisah 4 rumah dari rumahku. Hanya butuh sekitar 2 menit untuk sampai ke rumah Ara dengan berjalan kaki.
Aku langsung masuk ke rumah Ara tanpa memanggilnya, karena orang tua Ara paham betul betapa dekatnya aku dan Ara. Ku telusuri beberapa anak tangga untuk mencapai kamar Ara yang berada di lantai 2 rumahnya. Ara telah menungguku diatas tempat tidurnya.
“Chy..” Panggilnya ketika melihatku muncul diambang pintu. “Kenapa beb?” Jawabku dengan pertanyaan.
“Gue diputusin sama Arya.”
                                              
****



“Gue diputusin sama Arya.”  Kata Ara pelan dengan mata berkaca-kaca dan senyuman tipis di bibirnya. Aku melongo, berusaha mencerna kata-kata sahabatku itu barusan. Putus? PUTUS?!
            “Se, serius?!” Tanyaku kaget. Aku langsung duduk disamping Ara dan merangkul pundaknya. Bisa kurasakan tubuhnya bergetar. “Iya, tadi dia nelfon gue. Trus yaa gitu deh.” Jawab Ara yang diakhiri dengan tawa yang dipaksakan. “Kok bisa? Arya bilang apa aja?” Tanyaku lagi. Ara terdiam beberapa saat sebelum dinding pertahanan hatinya runtuh dan memelukku lalu menangis dipelukanku. Oh, sahabatku.
“Sebelum terlalu jauh, sebelum sakitnya terlalu dalam, lebih baik sekarang. Mungkin putus hari ini itu nyesekin banget, secara besok  kita kan anniv ke-6 bulan. Tapi pasti besok lebih nyesek.
Gue takut banget nyakitin lo. Gue udah terlalu sayang sama lo, gue juga takut ntar gue gila sendiri kalau misalnya nanti gue kehilangan lo. Maaf.”
“Haha, iya gak apa-apa kok . Jadi?”
“Lo ketawa? Gila aja, gue disini udah nahan seember air mata.. Hm, Jadi? Kita putus.. Maaf, sekali lagi maaf. Maafin gue yang berani memulai tapi gue juga yang ngakhirin. Loh kok kayak lagunya Rhoma Irama sih? Haha”
“Gak usah ngelawak, gak lucu. Situasinya lagi gak mendukung, haha.”
“Yah gagal deh. Hehe, yaudah, good night Ara. Mungkin ini terakhir kalinya gue bilang I love you ke lo. Sorry, I love you. Bye”

            “Hm, alasannya nonsense banget. Kalau emang sayang, kenapa diputusin? Duh Arya bego!!” Komentarku setelah mendengar rekaman percakapan Arya dan Ara di telepon beberapa saat yang lalu. Lagi-lagi Ara memasang wajah ‘sok tegar’nya, dengan senyuman tipis yang dipaksakan di bibirnya. “Lo sayang gak sama Arya?”
“Ya iyalah, gak mungkin gue nangis kayak gini kalo gue gak sayang sama dia.” Ara mengusap bekas air mata di pipinya. “Kok lo terima-terima aja diputusin sama Arya?” Tanyaku lagi. Sepertinya aku sudah memenuhi standar untuk menjadi interviewers, dan Ara adalah orang yang tengah ku interview.
“Gue gak bisa ngomong banyak, gue shock.”
“Karena Arya udah bikin lo nangis kayak gini, lo juga harus bikin dia nangis kayak lo barusan. Nyesal karena udah mutusin lo. Duh, dia gak tau apa kalo lo nolak 2 cowok demi dia? Aduh Arya!! Dia bakalan nyesel asli udah lepasin lo.” Kataku kesal. Berani sekali cowok itu menyakiti sahabatku, cih!

**********

5 hari berlalu setelah Ara diputuskan oleh Arya. Ara tetap seperti biasanya, walaupun tingkat keceriannya berkurang 15% setelah kejadian malam itu.
            Tidak ada lagi Ara dengan cerita-ceritanya tentang Arya.
            Tidak ada lagi Ara dengan tawanya yang khas ketika menceritakan tentang Arya.
Tidak ada lagi Ara dengan kejengkelannya terhadap mantan Arya yang masih saja berharap pada Arya.
            Tidak ada lagi Ara dengan malu-malu ketika melewati kelas Arya.
            Tidak ada lagi.
Sampai pada akhirnya aku mendapati Ara menangis di koridor kelas sambil mendengarkan lagu milik Selena Gomez – The Way I Loved You. Oh tidak, Ara menggalau lagi.
“Arya kok lo jahat banget sih” Gumamnya.
“Arya gue sayang banget sama lo” Gumamnya lagi.
“Kalo lo sayang sama gue, kenapa lo mutusin gue?” Ujar Ara pelan. Aku menghampirinya dan memeluknya. “Be patient, beb” kataku. Ara menangis makin kencang. Ingin rasanya aku meninju Arya, orang yang telah membuat Ara tidak ceria lagi seperti dulu.
Seminggu berlalu, Ara masih saja lesu dengan mata yang menyipit. Yah, tentu saja karena matanya bengkak. Ketika ia disinggung soal kegalaunnya, ia hanya berkata “Jaman galau?” lalu tertawa.
            10 hari setelah Ara diputuskan, ia mulai berangsur-angsur pulih dari kegalauannya. Tapi itu sebelum aku dan Ara mendapati Arya mengobrol dengan Kiki, mantan Arya. Aku mematung sesaat ketika melihat mereka, sementara Ara tetap berjalan melewati mereka. Aku mengejarnya “Ara woi tungguin gue!!” Teriakku yang membuat Arya dan Kiki berbalik kearahku dan langsung menyadari kehadiran Ara. Mereka berdua terlihat salah tingkah, tidak tahu harus berbuat apa. “Lanjutin aja ngobrolnya, anggap gue gak ada.” Kata Ara ketika melewati mereka. Aku menyusul Ara dan berjalan disampingnya. Gotcha, Ara kembali menangis.
            Aku berbalik dan menatap mereka berdua dengan tatapan ‘pembunuh’ku.

*****
                                                                                                           
“Chy.. Mungkin gak sih, Arya mutusin gue karena masih sayang sama Kiki?” Tanya Ara setengah terisak.
“Gue juga gak tau, bisa aja kan.” Jawabku
“Tapi kan dia bilang, dia sayang banget sama gue.” Kata Ara. Aku serba salah, bingung mau menjawab apa.
“Duh Ara sayaaaang. Gini deh ya, sepandai-pandainya tupai melompat pasti bakal jatuh juga. Sepintar-pintarnya lo nyembunyiin bangkai tikus, pasti bakal kecium baunya juga kan?”
“Trus hubungannya apa?”
“Kalo misalnya Arya boong, udah tunggu aja tanggal mainnya. Pasti bakal ada suatu hari dimana semuanya terbongkar.” Kataku sok bijak, yah setidaknya bisa membuat Ara lebih tenang.
“Jadi, maksud lo Arya itu boong?” Ara, jangan membuatku naik darah.
“Bukan, bukan gitu. Yah, pokoknya lo sabar aja. Semua ada waktunya, mungkin gak sekarang. Oke, okee? Jangan cemberut lagi ya honey bunny sweetyku tersayaaaaaang” Kataku lagi.
“Hmmmmmmm.” Ara menarik nafas panjang. “Yaudah deh kalo gitu.”
“Awas loh ya, gue gak mau besok liat mata lo bengkak. Bye” – Klik, aku mematikan telfon.
            Keesokan harinya, Ara memakai kaca mata ke sekolah. As I guess, matanya bengkak. Ara, Ara.. Ara tidak ingin membahas matanya yang bengkak.
Saat jam istirahat tiba, aku dan Ara berpapasan dengan Arya. Niat jahilku muncul.
“Apa Ara?! Lo pengen balik sama Dion?!” Kataku setengah berteriak ketika Arya berjarak kurang lebih 7 langkah dari kami. Berhasil, Arya menoleh. Sementara Ara melotot dan memukulku. “Apaan sih lo!”
“Hah?! Lo sms-an sama dia tadi malem?!” Teriakku lagi. Raut wajah Arya tidak berubah, tetap flat seperti sebelumnya. “What?! Lo udah galau 7 hari 7 malam non-stop?!” Teriakku lagi saat Arya tepat berada disampingku. Ara membuang muka, dan ekspresi Arya masih saja datar. Aku tersenyum licik saat mataku dan Arya bertukar pandang.
Sesampainya di kelas, Ara mengacak-acak jilbabku hingga sangat berantakan. “Itu maksud lo apaaaaa teriak-teriak gitu depannya Aryaaaaa” Kata Ara sambil mencubit pipiku. “Uuuh, itu sengajaaa. Aaaa sakit, sakit!” Gerutuku karena merasa kesakitan. Ara pun melepaskan cubitannya. “Sengaja gimana?”
“Iya, biar si Arya kepanasan.” Jawabku singkat sembari merapihkan jilbabku yang telah di ‘rusak’ oleh Ara. Ara manggut-manggut seolah ia telah paham maksudku.

... To be continue in next part :)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar