Aku
hanyalah seorang gadis biasa dengan kehidupan yang biasa-biasa saja. Tidak ada
yang spesial dari diriku. Satu-satunya hal yang menurutku spesial dalam hidupku
ialah orang tuaku dan sahabatku. Hanya itu.
Namaku Rezky
Kamilah. Aku sangat membenci orang yang tidak konsisten terhadap kata-katanya
sendiri. Misalnya saja, kata “I WILL LOVE YOU FOREVER” yang diucapkan seseorang
kepada pasangannya. Nah, kalau misalnya mereka putus dan saling membenci
jadinya bukan ‘Forever’ lagi, kan? Sama aja dengan “I WILL NEVER LEAVE YOU”
That’s why I
prefer “Love me, as long as you can. And, stay with me as long as you can.”
Drrt~ Getaran
ponselku membuatku tersadar dari lamunanku. Nama Yunita Syaharani terpampang di
layar ponselku. Tidak biasanya Ara mengirimkan sms kepadaku, biasanya dia
langsung menelepon karena pada dasarnya Ara itu malas mengetik sms.
“Chy, ke
rumah gue dong. Sekarang please. Gue butuh lo pake banget” Aku
bingung, kalau memang membutuhkanku kenapa tidak menelepon? Tanpa pikir panjang,
aku pun langsung mengambil jaket dan memakai jilbab lalu bergegas pergi ke
rumah Ara. Rumah Ara tak jauh dari rumahku, hanya terpisah 4 rumah dari
rumahku. Hanya butuh sekitar 2 menit untuk sampai ke rumah Ara dengan berjalan
kaki.
Aku langsung
masuk ke rumah Ara tanpa memanggilnya, karena orang tua Ara paham betul betapa
dekatnya aku dan Ara. Ku telusuri beberapa anak tangga untuk mencapai kamar Ara
yang berada di lantai 2 rumahnya. Ara telah menungguku diatas tempat tidurnya.
“Chy..”
Panggilnya ketika melihatku muncul diambang pintu. “Kenapa beb?” Jawabku dengan
pertanyaan.
“Gue
diputusin sama Arya.”
****
“Gue
diputusin sama Arya.” Kata Ara pelan
dengan mata berkaca-kaca dan senyuman tipis di bibirnya. Aku melongo, berusaha
mencerna kata-kata sahabatku itu barusan. Putus? PUTUS?!
“Se, serius?!” Tanyaku kaget. Aku
langsung duduk disamping Ara dan merangkul pundaknya. Bisa kurasakan tubuhnya
bergetar. “Iya, tadi dia nelfon gue. Trus yaa gitu deh.” Jawab Ara yang
diakhiri dengan tawa yang dipaksakan. “Kok bisa? Arya bilang apa aja?” Tanyaku
lagi. Ara terdiam beberapa saat sebelum dinding pertahanan hatinya runtuh dan
memelukku lalu menangis dipelukanku. Oh, sahabatku.
“Sebelum
terlalu jauh, sebelum sakitnya terlalu dalam, lebih baik sekarang. Mungkin
putus hari ini itu nyesekin banget, secara besok kita kan anniv ke-6 bulan. Tapi pasti besok
lebih nyesek.
Gue takut
banget nyakitin lo. Gue udah terlalu sayang sama lo, gue juga takut ntar gue
gila sendiri kalau misalnya nanti gue kehilangan lo. Maaf.”
“Haha, iya
gak apa-apa kok . Jadi?”
“Lo ketawa?
Gila aja, gue disini udah nahan seember air mata.. Hm, Jadi? Kita putus.. Maaf,
sekali lagi maaf. Maafin gue yang berani memulai tapi gue juga yang ngakhirin.
Loh kok kayak lagunya Rhoma Irama sih? Haha”
“Gak usah
ngelawak, gak lucu. Situasinya lagi gak mendukung, haha.”
“Yah gagal
deh. Hehe, yaudah, good night Ara. Mungkin ini terakhir kalinya gue bilang I
love you ke lo. Sorry, I love you. Bye”
“Hm, alasannya nonsense
banget. Kalau emang sayang, kenapa diputusin? Duh Arya bego!!” Komentarku
setelah mendengar rekaman percakapan Arya dan Ara di telepon beberapa saat yang
lalu. Lagi-lagi Ara memasang wajah ‘sok tegar’nya, dengan senyuman tipis yang
dipaksakan di bibirnya. “Lo sayang gak sama Arya?”
“Ya iyalah,
gak mungkin gue nangis kayak gini kalo gue gak sayang sama dia.” Ara mengusap
bekas air mata di pipinya. “Kok lo terima-terima aja diputusin sama Arya?”
Tanyaku lagi. Sepertinya aku sudah memenuhi standar untuk menjadi interviewers,
dan Ara adalah orang yang tengah ku interview.
“Gue gak
bisa ngomong banyak, gue shock.”
“Karena Arya
udah bikin lo nangis kayak gini, lo juga harus bikin dia nangis kayak lo
barusan. Nyesal karena udah mutusin lo. Duh, dia gak tau apa kalo lo nolak 2
cowok demi dia? Aduh Arya!! Dia bakalan nyesel asli udah lepasin lo.” Kataku
kesal. Berani sekali cowok itu menyakiti sahabatku, cih!
**********
5 hari
berlalu setelah Ara diputuskan oleh Arya. Ara tetap seperti biasanya, walaupun
tingkat keceriannya berkurang 15% setelah kejadian malam itu.
Tidak ada lagi Ara dengan
cerita-ceritanya tentang Arya.
Tidak ada lagi Ara dengan tawanya
yang khas ketika menceritakan tentang Arya.
Tidak
ada lagi Ara dengan kejengkelannya terhadap mantan Arya yang masih saja
berharap pada Arya.
Tidak ada lagi Ara dengan malu-malu
ketika melewati kelas Arya.
Tidak ada lagi.
Sampai pada
akhirnya aku mendapati Ara menangis di koridor kelas sambil mendengarkan lagu
milik Selena Gomez – The Way I Loved You. Oh tidak, Ara menggalau lagi.
“Arya kok lo
jahat banget sih” Gumamnya.
“Arya gue
sayang banget sama lo” Gumamnya lagi.
“Kalo lo
sayang sama gue, kenapa lo mutusin gue?” Ujar Ara pelan. Aku menghampirinya dan
memeluknya. “Be patient, beb” kataku. Ara menangis makin kencang. Ingin
rasanya aku meninju Arya, orang yang telah membuat Ara tidak ceria lagi seperti
dulu.
Seminggu
berlalu, Ara masih saja lesu dengan mata yang menyipit. Yah, tentu saja karena
matanya bengkak. Ketika ia disinggung soal kegalaunnya, ia hanya berkata “Jaman
galau?” lalu tertawa.
10 hari setelah Ara diputuskan, ia
mulai berangsur-angsur pulih dari kegalauannya. Tapi itu sebelum aku dan Ara
mendapati Arya mengobrol dengan Kiki, mantan Arya. Aku mematung sesaat ketika
melihat mereka, sementara Ara tetap berjalan melewati mereka. Aku mengejarnya
“Ara woi tungguin gue!!” Teriakku yang membuat Arya dan Kiki berbalik kearahku
dan langsung menyadari kehadiran Ara. Mereka berdua terlihat salah tingkah,
tidak tahu harus berbuat apa. “Lanjutin aja ngobrolnya, anggap gue gak ada.”
Kata Ara ketika melewati mereka. Aku menyusul Ara dan berjalan disampingnya. Gotcha,
Ara kembali menangis.
Aku berbalik dan menatap mereka
berdua dengan tatapan ‘pembunuh’ku.
*****
“Chy..
Mungkin gak sih, Arya mutusin gue karena masih sayang sama Kiki?” Tanya Ara
setengah terisak.
“Gue juga
gak tau, bisa aja kan.” Jawabku
“Tapi kan
dia bilang, dia sayang banget sama gue.” Kata Ara. Aku serba salah,
bingung mau menjawab apa.
“Duh Ara
sayaaaang. Gini deh ya, sepandai-pandainya tupai melompat pasti bakal jatuh
juga. Sepintar-pintarnya lo nyembunyiin bangkai tikus, pasti bakal kecium
baunya juga kan?”
“Trus
hubungannya apa?”
“Kalo
misalnya Arya boong, udah tunggu aja tanggal mainnya. Pasti bakal ada suatu
hari dimana semuanya terbongkar.” Kataku sok bijak, yah setidaknya bisa membuat
Ara lebih tenang.
“Jadi,
maksud lo Arya itu boong?” Ara, jangan membuatku naik darah.
“Bukan,
bukan gitu. Yah, pokoknya lo sabar aja. Semua ada waktunya, mungkin gak
sekarang. Oke, okee? Jangan cemberut lagi ya honey bunny sweetyku
tersayaaaaaang” Kataku lagi.
“Hmmmmmmm.” Ara menarik
nafas panjang. “Yaudah deh kalo gitu.”
“Awas loh
ya, gue gak mau besok liat mata lo bengkak. Bye” – Klik, aku mematikan telfon.
Keesokan harinya, Ara memakai kaca
mata ke sekolah. As I guess, matanya bengkak. Ara, Ara.. Ara tidak ingin
membahas matanya yang bengkak.
Saat jam
istirahat tiba, aku dan Ara berpapasan dengan Arya. Niat jahilku muncul.
“Apa Ara?!
Lo pengen balik sama Dion?!” Kataku setengah berteriak ketika Arya berjarak
kurang lebih 7 langkah dari kami. Berhasil, Arya menoleh. Sementara Ara melotot
dan memukulku. “Apaan sih lo!”
“Hah?! Lo
sms-an sama dia tadi malem?!” Teriakku lagi. Raut wajah Arya tidak berubah,
tetap flat seperti sebelumnya. “What?! Lo udah galau 7 hari 7 malam
non-stop?!” Teriakku lagi saat Arya tepat berada disampingku. Ara membuang
muka, dan ekspresi Arya masih saja datar. Aku tersenyum licik saat mataku dan
Arya bertukar pandang.
Sesampainya
di kelas, Ara mengacak-acak jilbabku hingga sangat berantakan. “Itu maksud lo
apaaaaa teriak-teriak gitu depannya Aryaaaaa” Kata Ara sambil mencubit pipiku.
“Uuuh, itu sengajaaa. Aaaa sakit, sakit!” Gerutuku karena merasa kesakitan. Ara
pun melepaskan cubitannya. “Sengaja gimana?”
“Iya, biar
si Arya kepanasan.” Jawabku singkat sembari merapihkan jilbabku yang telah di
‘rusak’ oleh Ara. Ara manggut-manggut seolah ia telah paham maksudku.
... To be continue in next part :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar