2 minggu
setelah Ara dan Arya putus, secara objektif Ara sudah melupakan Arya. Ia mulai
membuat lelucon, bertingkah aneh, dan dia kembali seperti dulu. Aah, Ara.. Kau
sudah kembali..
“Gue kangen
Dion..” Ujar Ara lirih. Aku tersentak kaget. “Haah?!”
“Secara
teknis kan, gue sama Dion belum putus.” Kata Ara pelan. Aku makin kaget lagi.
“Serius lo?” Tanyaku. Ara mengangguk.
“Jadi, seperti yang lo tau.. Gue dan
Dion itu HTS-an, bisa dibilang pacaran bisa dibilang enggak. Kalau gue mau
mutusin si Dion, kan lucu gitu. Hubungan gak jelas kok mau diputusin. Yaudah,
kebetulan waktu itu si Arya nembak dan gue nerima dia. Lagian sih, si Dion gak
pernah hubungin gue lagi.”
“Dan disaat
gue sakit jiwa kehilangan si Arya, tiba-tiba mukanya Dion menghantui gue terus.
Dion yang ngasih gue semangat pas gak menang lomba, Dion yang selalu merhatiin
pola makan gue, Dion yang kayak bodyguard selalu nemenin gue walaupun lewat sms
aja.”
“Itu
artinya, hati kecil lo masih nyimpen ruang buat Dion.”
“Yap, dan gue baru sadar setelah gue
lost-contact sama dia.”
******
Ringtone ponselku
yang berbunyi seiring dengan getarannya membuatku kelabakan mencari dimana
benda kecil itu berada. Setelah kudapatkan, aku membelalakkan mataku ketika
membaca nama “Arya Prasetyo”. Klik- Aku mengangkat telfon Arya.
“Echy?”
“Ng?”
Jawabku.
“Jutek amat
sih.”
“Iyaaa, ada
apa Arya Prasetyo anak kelas XII IPA 3?” Tanyaku kesal.